A woman stands behind a pillar during the Eid al-Adha festival at Niujie mosque in Beijing, China September 12, 2016. REUTERS/Jason Lee - D1BEUAVHGQAA
PARADIGMA SEHAT
Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku [QS Asy Syu’ara: 80]
Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya [HR. Bukhari]
Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla [HR. Muslim]
Ketika Muhammad _shalallahu’alaihi wa salam_ diutus, lalu turunlah wahyu Ilahi berangsur kepadanya hingga paripurna, apakah sudah lengkap meliputi semua aspek? Jawabnya tentu IYA. Lalu apa yang ada di benak kita saat Islam digambarkan? hanya urusan shalat, zakat, menentukan idul fitri, cara wudhu, jenggot, dan kajian di masjid sajakah? ataukah juga tergambar urusan manusia normal sehari-hari, makan minum tidur termasuk sakit?
Maka Islam sesungguhnya hadir dalam semua aspek kehidupan kita, termasuk urusan sakit dan sembuh, jangan dilupakan. Siapa manusia yang tidak pernah sakit, bahkan manusia terbaik pun pernah sakit, _shalallahu’alaihi wa sallam_.
Maka umat Muhammad, muslimin pun seyogyanya tidak tabu memikirkan soal sakit dan sembuh itu. Dan bukan hanya sekedar “bisa sembuh” dengan berbagai macam metode dan praktik, termasuk _western-health paradigm_. Tapi harus sembuh dengan metode dan paktik secara Islam. Western-health telah menimbulkan paradox-paradox kesehatan yang timbul hari ini. Anekdotnya, semakin banyak dokter yang lulus dari kuliah kedokteran, semakin banyak pula penyakit yang bermunculan. Ah itu hanya sekedar anekdot, maafkan.
Jika muslimin hari ini tidak peduli dengan kesehatannya dan umat, maka jangan meradang jika umat lain mengambil peran dalam hal itu. Sementara mereka sangat serius, terstruktur, modern, massif dan didukung modal yang luar biasa. Terima saja kenyataan itu.
Inilah Rufaydah al-Aslamiyah, shahabiyah yang membangun tenda kesehatan pertama kali di masa Rasulullah ketika terjadi Perang Khandaq. Inilah khalifah Walid ibn Abdul Malik yang menginisiasi pertama kali pembangunan Rumah Sakit permanen saat itu. Lalu Harun Ar-Rasyid membangun Rumah Sakit modern dengan dokumentasi yang baik di tahun 786 M (171 H), arsitek dan pembanguannya diserahkan kepada Jibril bin Bakhtiyasyu’. Kemudian tidak sampai satu dekade berikutnya, berdiri kokohlah rumah sakit yang lainnya sejumlah 34 RS atau lebih yang berhasil dilacak keberadaannya, dan terus bertumbuh dari tahun ke tahun.
Sebenarnya, kalau pemahaman Islam dan praktik kita sudah sesuai dengan petunjuk Muhammad dan 3 generasi terbaik umat ini, maka harusnya solusi kesehatan bisa hadir hari ini. Tidak hanya sebatas kulit atau bungkus berupa Rumah Sakit Islami hari ini, namun isinya bukan dengan paradigma Islam. Malah menjadi rantai panjang kapitalisasi kesehatan _ala_ revolusi industri yang menempatkan manusia sebagai objek materi belaka berbasis supply and demand. Atau adakah sesuatu yang mesti diperbaiki dari umat akhir ini? termasuk paradigma kesehatannya.
Sementara kita mengenal petuah indah salaful-ummah: “tidak akan baik akhir umat ini kecuali dengan apa yang membuat baik generasi/umat awalnya”, atau yang semakna dengan hal tersebut, termasuk kesehatannya. Manhaj dalam hidup sehat.
Artikel singkat ini ditutup dengan kutipan versi english dari seorang pejabat Islam bernama al-Mansur Qalawun di tahun 1284 M, yang menggambarkan paradigma kesehatan, tepatnya rumah sakit _ala_ Islam. Bukan sekedar slogan kosong melompong, namun sudah terpraktekkan oleh Rumah Sakit Islam saat itu:
The hospital shall keep all patients, men and women, until they are completely recovered. All costs are to be borne by the hospital whether the people come from afar or near, whether they are residents or foreigners, strong or weak, low or high, rich or poor, employed or unemployed, blind or signed, physically or mentally ill, learned or illiterate. There are no conditions of consideration and payment; none is objected to or even indirectly hinted at for non-payment. The entire service is through the magnificence of God, the generous one (policy statement of the bimaristan of al-Mansur Qalawun in Cairo, c. 1284 CE).
Ditulis Oleh ustadz Muhammad Agung Bramantya.