Ada ungkapan “Kesederhanaan pangkal dari kebahagiaan.”. Saya menangkap maksudnya bahwa kederhanaan akan membuat hidup bahagia, karena mungkin kederhanaan membawa pada lapangnya hati dan ringanya pikiran. Hati tidak berhasyrat dengan yang lebih dan pikiran tidak terbebani dengan angan karena kesederhanaan.
Tapi bagaimana kesederhanaan itu membahagiakan?, sedang yang bersederhana bukan karena sengaja tapi karena keadaan yang menuntut untuk sederhana, karena tak sampai tangan menjangkau kemewaan. Mungkin orang yang punya mobil akan merasakan bahagianya kesederhanaan dalam mengayuh sepeda. Tapi apa orang yang hanya punya sepeda akankah merasakan kebahagiaan yang sama dengan yang punya mobil saat sama – sama menunggang sepeda?. Tentu tidak menurut saya.
Dalam kederhanaan belum tentu ditemukan kebahagiaan, terlebih untuk sebagian kebahagian itu tidak obyektif meski seharusnya obyektif. Hal yang membahagiakan si A belum tentu membahagikan si B, Hal yang membahagiakan si B belum tentu membahagikan si C, dan hal yang membahagiakan si C belum tentu pula membahagiakan si A. Begitulah kalau kebahagiaan dianggap subyektif.
Kebahagiaan seharusnya obyektif, karena muncul dari tempat yang sama dan dirasakan dengan rasa yang sama meski ekspresi berbeda. Berebeda di permukaan ndak masalah, hanya beda cabang sedang pokoknya sama. Terlebih kebahgiaan itu pemberiaan, jika pemberinya sama maka barang beriannya juga tidak jauh beda. Perumpaan seorang bos yang sedang membagikan parcel lebaran, pasti persamaan isi parcel yang akan dibagikan ke kuli – kulinya juga ndak jauh beda, boleh dikata sebelas duabelas.
Kebahgiaan bagi manusia adalah saat mereka menghamba pada penciptanya, taat pada perinthanya, dan menjauhi larangnya. Semua alim sepakat dengan pernyataan ini, karenanya kebhaigaan itu obyektif. Semakin menghamba semakin bertambah kebahagiaan, semkain taat bertambaha lagi kebahagiaan. Sesederhana itu kebahagiaan, tidak lebih dan tidak kurang.
Akhirnya jika berharap kebahagiaan dalam kehidupan maka sederhana dalam kebahagiaan adalah syaratnya. Tidak perlu bertinggi angan, berkonsep rumit dan bersastra tinggi. Cukup sederhana dalam kebahagiaan maka kebahagiaan akan kita rasa. Aamiin.
Tulus Prasetyo
@ Gedung Radio Poetra FK UGM